Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.000 pulau, Indonesia mendukung keanekaragaman hayati hewan dan tumbuhan yang luar biasa di hutan hujannya yang masih asli, serta wilayah pesisir dan lautnya yang kaya. Lingkungan alam Indonesia yang menakjubkan dan sumber daya yang kaya, bagaimanapun, menghadapi tantangan berkelanjutan baik dari aktivitas manusia maupun fenomena alam.
Meningkatnya tekanan permintaan penduduk, bersama dengan pengelolaan lingkungan yang tidak memadai merupakan tantangan bagi Indonesia. Deforestasi lahan gambut menempatkan Indonesia sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia. Total kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh akses yang terbatas ke air bersih dan sanitasi diperkirakan secara konservatif sebesar 2 persen dari PDB per tahun, sementara biaya tahunan pencemaran udara terhadap perekonomian telah dihitung sekitar 400 juta dollar AS per tahun. Biaya-biaya ini biasanya ditanggung oleh orang miskin karena mereka lebih mungkin terpapar polusi dan kecil kemungkinannya untuk melakukan tindakan mitigasi.
Indonesia juga merupakan penghasil sampah plastik terbesar kedua yang tidak dikelola dengan baik setelah China, menghasilkan lebih dari 3,2 juta metrik ton plastik – 10 persen dari total dunia – yang berakhir di tempat pembuangan sampah atau menjadi sampah setiap tahun (gambar 1). Akibat limpasan perkotaan dan pembuangan sampah secara ilegal, banyak sungai di Indonesia yang tersumbat oleh sampah plastik, yang menyebabkan banjir dan penyakit.
Meskipun pendidikan dan kesadaran lingkungan masih rendah, hal ini terus meningkat. Berdasarkan survei yang dilakukan di kalangan konsumen Indonesia pada September 2019 (Statista Research Department), 82% responden berusia 16-39 tahun di Indonesia menyatakan bahwa alam dan lingkungan sangat penting bagi kehidupan sehari-hari.
Laporan Kesenjangan Emisi tahunan, yang membandingkan ke mana arah emisi gas rumah kaca, versus ke mana seharusnya, menunjukkan bahwa emisi global harus turun sebesar 7,6 persen setiap tahun selama dekade berikutnya, jika dunia ingin kembali ke jalurnya menuju tujuannya membatasi kenaikan suhu hingga mendekati 1,5 derajat Celcius.
Waktu untuk bertindak dan melakukan perubahan adalah sekarang, sebelum terlambat.